resume kitab bidayatul hidayah
TERJEMAH DAN PENJELASAN
BIDAYATUL HIDAYAH
Malinda Putri Mukaromah
Semarang, Toha Putra, 2003, Cetakan Pertama
292 halaman
A. Sekilas Mengenai Kitab Bidayatul hidayah
Bidayatul Hidayah adalah kitab yang membahas
tentang fiqih tasawuf yaitu tatacara beribadah dan berbuat untuk menuju derajat
sufi. Pengarang kitab tersebut adalah
Imam Ghozali. Nama lengkap beliau adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ahmad Al-Ghozali Ath Thusy. Nama Al-Ghozali dinisbatkan dengan
kota kelahirannya yang benama Ghozalah, yaitu sebuah kota kecil di dekat kota
Thuus di daerah Khurasan. Beliau merupakan seorang pemikir islam sepanjang sejarah,
ahli fiqih, teolog, dan tentunya seorang sufi yang terkenal. Banyak karya yang
beliau karang dengan berbagai ilmu pengetahuannya, salah satunya yaitu kitab
bidayatul Hidayah ini.
Kitab Bidayatul Hidayah berhasil diterjemahkan
dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia oleh Yahya Al-mutamakin. Beliau mendapat
inspirasi untuk menerjemahkan kitab bidayah ini dari ayahandanya yang bernama
Kiayi Zaenuddin Mojosari Nganjuk. Mbah Zaen hanya mengajarkan kepada santrinya
satu kitab yaitu bidayah, alasannya karena kitab tersebut merupakan pemula
hidayah yaitu tuntunan awal bagi seseorang yang akan mendekatkan diri kepada
Allah. Isi dari kitab tersebut berupa bimbingan bagi para pemula untuk
melakukan ibadah dengan benar sesuai syariat Islam. Mbah Zaen tidak mengajarkan
kitab lain sebelum semua kandungan dalam kitab bidayah berhasil diamalkan
santrinya. Inilah yang menginspirasi Yahya Al-mutamakin untuk menerjemahkan
kitab Bidayah dalam bahasa Indonesia supaya dapat dibaca dan dipelajari untuk
semua kalangan.
Bahasa yang digunakan dalam terjemah kitab
bidayah mudah dipahami terlebih disertai denganpenjelasan ringkas yang tidak
melenceng dari murod (yang diharapkan dari kitab tersebut). Artinya terjemahan
tetap mengacu pada kitab hidayatul bidayah yang diterbitkan oleh Syariikah Daar
Haafidz lin-Nasyr wat-Tauzi’ kota Jeddah pada tahun 1992 M. Terjemah ini
berjudul Terjemah dan Penjelasan Bidayatul Hidayah yang diterbitkan oleh
PT Karya Toha Putra Semarang pada tahun 2003.
B. Pembahasan Isi Kitab
Bab 1 dalam kitab Bidayah membahas tentang Amal
Ketaatan dan Ibadah. Pembahasannya mencakup persiapan tidur dan bangun
tidur, masuk WC, berwudlu, berjalan dan masuk dalam masjid, tata cara sholat
yang baik, dan tata cara beribadah atau mengatur kegiatan sehari-hari berdasar
tuntutan syari’at. Selain ibadah tersebut dibahas juga sedikit mengenai adab
berpuasa.Hari-hari manusia penuh dengan berbagai kegiatan duniawiy, yang
terkadangkegiatan tersebut menyita waktu untuk mengingat Allah. Dalam kitab ini
dijelaskan beberapa tatacara untuk mengatur aktivitas sehari-hari supaya
seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat, namun penjelasannya kurang
begitu detail karena kitab ini dikarang untuk para pemula yang ingin mempelajari
kehidupan yang lebih baik. Keterangan
yang lebih detai tercantum dalam kitab musonef yang lain yang diberi nama Ihya’
Ulumuddin. Penulis sengaja meresume kitab ini karena ia sendiri masih tahap pemula, belum mencapai syariat apalagi ma’rifat.
Adab persiapan tidur dimulai dari bersuci terlebih dahulu karena
dengan bersuci dihitung sholat sunah selama mata terpejam. Diusahakan tertidur
dengan membaca istighfar dan taubat kepada Allah dengan membaca beberapa suratpendek Al-Qur’an, berniat jika bangun
untuk berbuat baik kepada sesama, dan menyadari bahwa tudur ibarat mati
sehingga saat bangun bagaikan bangkit dari kubur. Jika selalu mengingat mati
tidak lain akan melakukan hal yang baik. Jangan terbiasa tidur dengan beralas kasur
yang empuk karena hal tersebut adalah hal yang berlebihan dan membuat malas
untuk bangun. Baik sebelum maupun saat bangun tidur selalu dibiasakan berdoa
karena hanya doa yang dapat menolong kita dari segala mara bahaya. Bagi kita
para pemula yang ingin membenahi diri untuk lebih dekat dengan Allah hendaknya
bangun tidur sebelum fajar supaya bisa melakukan sholat lail lalu bisa
melaksanakan sholat subuh tepat waktu.
Hal yang dijelaskan selanjutnya
adalah adab masuk dan keluae WC atau kamar mandi. Ketika masuk WC terdapat
beberapa adab khusus yang harus dilakukan supaya tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan karena WC merupakan
tempat kotor yang disukai setan. Adabnya yaitu berdoa sebelum dan setelah dari
WC disertai dengan melangkahkan kaki kiri terlebih dahilu ketika masuk dan kaki
kanan saat keluar. Seusai istinjak diwajibkan melakukan istibrok atau dalam
kitab bahasanya lebaran. Istibrok dapat dilakukan dengan berdehem, memijit
perut bagian bawah dan bagi laki-laki bida mengurut dzakar menggunakan tangan
kiri. Sebenarnya masih banyak adab yang harus dilakukan saat buang hajat, namun yang
disebutkan dalam kitab ini sama dengan kitab-kitab fiqif salaf yang sedikit
banyak sudah kita ketahui. Meskipun sebagian hanya adab namun hal tersebut
perlu dilakukan karena barang siapa meremehkan hal sepele akanada
celah baginya untuk menyepelekan yang wajib juga. Seorang
sufi tidaklah lupa dan selalu membiasakan diri untuk melakukan adab-adab ini.
Seusai membuang hajat hal yang dijelaskan selanjutnya yaitu melakukan bersuci ( wudhu atau mandi)
untuk melakukan ibadah wajib (solat
lima waktu) maupun sunah
seperti sholat lail, tahajud, hajat, atau membaca Al- Qur’an. Ibadah – ibadah
tersebut memerlukan kesucian diri baik hadas kecil maupun besar. Jika hanya
menaggung hadast kecil dari membuang hajat atau kentut cara bersucinya cukup
berwudhu, namun jika terkena hadast besar seperti mimpi basah atau melakukan
hubungan intim maka segera bagi kita untuk melakukan mandi besar. Mandi wajib
harus melakukan dua rukunnya yaitu berniat menghilangkan hadast besar dan
meratakan air keseleruh tubuh. Saat meratakan air disertai dengan menggosok
seluruh anggota tubuh hingga lipatan-lipatan yang jarang digosok saat mandi
biasa.
Berwudhu adalah cara untuk
menghilangkan hadast kecil. Di dalamnya ada 6 rukun yang harus dilakukan mulai
dari membasuh wajah hingga membasuh kaki dan tertib di antara rukunnya. Adab
dalam berwudhu yang umum kita ketahui adalah berdoa sebelum berwudhu dan
setelahnya, namun dalam kitab ini disebutkan juga doa-doa disetiap gerakan
wudhu. Doa-doa tersebut antara lain:
1. Saat berkumur
اللهم اعني علي تلاوة كتابك و كثرةالذكر لك و ثبتني باالقول الثابت في
الحياة الدنيا و في الأخرة
Artinya: “ Ya Allah berikanlah aku
pertolongan untuk membaca kitab Mu dan memperbanyak ingatan kepadaMu serta
teguhkanlah aku dengan kalimat (tauhid) di dunia dan akhirat”.
1. Saat menyerap air dalam hidung
اللهم ارحني رائحة الجنة و انت عني راض
Artinya: “Ya Allah hembuskanlah kepadaKu aroma surga dalam keadaan Engkau ridho
kepadaku”.
2. Saat menyemprotkan air
اللهم اني اعوذبك من روائح النار و سوء الدار
Artinya: “Ya Allah sungguh aku berlindung kepada Mu dari bau neraka dan tempat buruk
di akhirat”.
3. Saat membasuh wajah
اللهم بيض وجهي بنورك يوم تبيض وجوه اولييائك و
لا تسود وجهي بظلماتك يوم تسود وجوه اعدائك
Artinya: “Ya Allah sinarilah wajahku dengan
sinarMu di hari kiamat, yaitu di saat bersinarnya wajah para waliMu dan
janganlah Engkau suramkan wajahku di hari kiamat yaitu saat Engkau menghitamkan
wajah musuhMu”.
4. Saat membasuh tangan
اللهم أعطني كتابي بيميني و حسبني حسابا يسيرا
Artinya: “ Ya Allah berikanlah kitab catatan amalku kepadaku dengan tangan kananku dan
perhitungkanlah amalku dengan perhitungan yang mudah”.
5. Saat membasuh kaki
اللهم ثبت قدمي علي الصراط المستقيم مع أقدام
عبادك الصالحين
Artinya: “ Ya Allah teguhkanlah kedua
telapak kakiku di atas jembatan (sirotol mustaqim) bersama telapak kaki
hamba-hamba Mu yang sholeh”.
Selain berdoa saat berwudhu juga harus menjaga
diri dari penggunaan air yaitu jangan sampai menambah usapan atau basuhan lebih
dari 3 kali, dan jangan berbicara saat wudhu.
Bab kedua yang dibahas dalam kitab bidayah adalah Adab Berjalan Menuju Masjid dan Memasukinya untuk Melaksanakan Sholat Jama’ah. Nabi saw tidak pernah meninggalkan jama’ah
terutama jama’ah subuh
karena sholat jama’ah lebih utama 27o dibanding sholat munfarid. Saat menuju masjid hendaklah berjalan dengan
tenang, khusyu’, dan tidak tergesa-gesa. Sesampainya di masjid langsung melaksanakan sholat tahiyyatul
masjid lalu beri’tikaf untuk menunggu iqomah. Iktikaf dapat dilakukan dengan
berdzikir, membaca Al-Qur’an, melakukan berbagai sholat Sunnah dan lain-lain.
Dalam ajaran sufi masjid adalah tempat untuk beribadah, yang ada di dalamnya
hanyalah orang yang taqorrub illallah atau mendekatkan diri pada Allah yaitu
dengan beri’tikaf. Jadi ketika ada orang yang mengurusi masalah dunia di
dalamnya missal ia berdagang maka kita boleh mendoakannya supaya ia tidak
mendapat untung, jika ada orang yang mencari barang hilang di masjid didoakan
supaya barangnya tidak kembali.
Tata cara melakukan sholat yang
disebutkan dalam kitab ini yaitu hendaknya sholat dengan penuh ketenangan,
khusyu’, dan selalu menghadirkan Allah di dalam hati. Setiap gerakan sholat
hendaklah membayangkan kehadirat Allah sehingga selalu merasa malu jika
menghadapNya dalam keadaan lalai. Seorang sufi bernama Imam Hasan al-Bisri
berkata: “ Setiap sholat yang di dalamnya tidak menghadirkan Allah, maka ia
akan cepat mendapat siksa”. Naudzubillah jika amalan sholat yang selama ini
kita lakukan hangus dengan sia-sia.
Pembahasan
selanjutnya yaitu mengenai kegiatan manusia sehari-hari atau aktivitas
menjalani hidup. Kita hidup hanyalah sebentar, sehingga harus menggunakan waktu
sebaik-baiknya. Pagi hari hendaknya diisi dengan sholat dhuha, karena sholat
dhuha dapat melancarkan riski untuk kekuatan beribadah. Setelah itu apabila
bukan seorang yang tersibukkan dengan pekerjaan hendaklah seorang muslim
melakukan 4 hal berikut (minimal):
1.
Menuntut
ilmu terutama ilmu agama. Ilmu yang lain juga penting namun harus diimbangi
dengan ilmu agama supaya tetap berada dalam jalan yang lurus. Saat menuntut
ilmu jangan lupa berdoa supaya ilmu yang dituntut dapat diamalkan dan
bermanfaat. Tanda ilmu yang bermanfaat adalah dapat menambah ketaatan kepada
Allah, menghilangkan rasa cinta pada dunia, dan membuat instropksi diri dengan
menganggap dirinya hina sehingga membutuhkan taubat kepada Allah. Tidak boleh
bagi seorang muslim menuntut ilmu untuk sebuah pekerjaan belaka, namun harus
diniatkan untuk menjalankan kewajiban. Penjelasan lain mengenai perihal
menuntut ilmu banyak dibahas dalam kitab karangan Imam Ghozali yang lain yang
bernama Ihya’Ulumuddin. Dalam kitab tersebut banyak dijelaskan mengenai
adab-adab menuntut ilmu beserta dalil yang mendasarinya. Ini juga menjadi
kelemahan dari buku ini dimana penjelasannya kurang detail karena ditujukan
untuk para pemula.
2.
Jika
tidak mampu untuk menuntut ilmu hendaknya banyak melakukan ibadah sunah seperti
membaca Al-Qur’an, memperbanyak sholat Sunnah, banyak bershodaqoh, dll supaya
tetap menjadi orang yang beruntung.
3.
Jika
tidak mampu melakukan dua hal di atas seorang muslim dapat mengabdikan dirinya
pada masyarakat yaitu dengan mlakukan hal bermanfaat utuk kepentingan bersama.
Contohnya seperti mempermudah jalan ulama untuk mendakwahkan agama Islam.
4.
Jika
mengabdi juga belum bisa, seorang muslim dapat mencari nafkah untuk keluarganya
iklas karena Allah, namun jangan sampai terjatuh dalam kemaksiatan.
Keempat hal ini adalah derajat paling rendah dalam agama, jadi
harus dapat melakukan minimal satu hal diantaranya supaya tidak termasuk dalam
gologan maroti’us syayathin atau tempat kesenangan setan karena akan
tersibuk dengan hal yang akan menghancurkan agama dan gemar merugikan saudara.
Dalam menjalankan tugas agama manusia
terbagi menjadi tiga yaitu manusia yang selamat (السالم)
yaitu ia yang cukup dengan melakukan hal wajib dan tidak menjalankan maksiat;
manusia yang beruntung (الرابح) yaitu yang menjalankan
kewajiban, menjauhi maksiat, dan menambah dengan hal – hal sunnah’ dan manusia
yang rugi (الخاسر) yaitu yang
meninggalkan kewajiban. Bagi para pemula minimal tergolong dalam orang-orang
yang salim. Intinya sesibuk apapun aktivitas di dunia jangan sampai dunia
menjadi tempat ketergantungan apalagi menjadikan dunia sebagai tempat melakukan
dosa. Jika takut terjerumus ke dalam dosa dalam artian belum bisa menjaga nafsu
hendaklah menjauhkan diri dari dunia atau ber’uzlah (menyendiri).
Ibadah wajib selain sholat yang menjadi rukun
islam ketiga yaitu puasa. Dalam kitab ini penjelasan mengenai puasa mencakup
perintah melakukan dan tatacaranya. Sebagai seorang muslim hendaknya tidak
hanya melakukan puasa ramadhan saja, namun harus ditambah dengan puasa sunnah
supaya kelak tidak menyesal kedudukan orang yang ahli puasa kelak seperti
bintang yang bercahaya. Puasa sunnah yang dianjurkan dalam syari’at islam
antara lain puasa hari arofah bagi yang tidak melakukan haji atau umroh, puasa
hari Asy-syuro, sepuluh hari awal di bulan Dzulhijjah, Muharrom, dan sya’ban,
serta puasa ayyamul baidh yaitu tanggal 13,14, dan 15 di setiap bulan
Qomariyyah.
Perlu digaris bawahi bahwasannya puasa bukan
hanya menahan lapar dan haus, namun puasa juga harus menjaga seluruh tubuh untuk
melakukan maksiat yang dapat membuat batal puasa atau menghilangkan pahalanya.
Hakikat dari puasa sendiri adalah menjaga nafsu atau syahwat, sehingga pola
makan saat puasa juga harus dijaga. Tidak akan bermanfaat jika siang harinya
berpuasa namun saat berbuka mengisi penuh perut dengan makanan yang melebihi
batas kebiasaan. Hal ini justru akan dibenci Allah karena termasuk orang=orang
yang melampaui batas. Usai sudah pembahasan mengenai amal ketaatan dan ibadah
pada bab 1 ini. Setelah itu akan dilanjutkan pada pembahasan selanjutnya yang
masih berikatan dengan bab ini yaitu tentang menjauhi kemaksiatan. Ketika
kemaksiatan dapat dijauhi niscaya ibadah kepada Allah akan selalu istiqomah,
karena kemaksiatanlah yang membuat manusia lalai akan kewajibannya.
Bab ketiga dari kitab ini membahas tentangAdab
dalam Pergaulan Sehari – hari.Sebelum membahas adab tersebut terlebih
dahulu musonef menuturkanbahwasannya sekurang-kurangnya ada 7 anggota tubuh yang berpotensi melakukan
maksiat, yaitu:
1. Mata
Mata diciptakan untuk melihat petunjuk dalam
kegelapan bukan untuk melihat hal-hal yang diharomkan seperti melihat selain
mahromnya, melihat sesama muslim dengan pandangan remeh, dan untuk melihat aib
saudara.
2. Telinga
Telinga tidak boleh digunakan untuk mendengar
ucapan-ucapan kotor dan gunjingan dari saudara. Perlu diketahui bahwasannya baik yang
menggunjing atau yang sengaja mendengar akan mendapat dosa yang sama.
3. Lidah
Lidah diciptakan untuk berdzikir dan mengucap
kata-kata terpuji, bukan sebaliknya. Kemaksiatan dari lidah yang biasanya
dilakukan antara lain berbohong, ingkar janji, memuji diri, bergurau, melawak,
berdebat,membantah, melaknat, mencaci dan mendoakan buruk orang lain. Lidah
merupakan anggota tubuh yang paling banyak melakukan maksiat.
4. Perut
Perut harus dijaga dari perkara subhat apalagi
harom. Adab yang dituturkan dalam kitab dalam menjaga perut adalah jangan makan
sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang, karena perut yang penuh dengan
makanan akan mwnimbulkan banyak bahaya. Bahaya tersebut antara lain lemahnya
hafalan, rusaknya kecerdasan, mengeraskan hati, berat melakukan ibadah, dan
memperkuat syahwat.
5. Alat kelamin
Alat kelamin dapat dijaga dengan menjaga
anggota lain seperti menjaga pandangan, hati, pikiran, dan perut yang semua itu
akan menimbulkan syahwat.
6. Tangan
Tangan digunakan untuk mrengerjakan sesuatu
yang bermanfaat bukan untuk melakukan kemaksiatan. Maksiat tangan yang biasa
dilakukan adalah menulis perkara yang harom diucap dengan lisan, menghianati
titipan, dan untuk menyakiti raga orang lain.
7. Kaki
Kaki tidak boleh digunakan untuk melangkah
pada pintu-pintu kedzoliman seperti pergi ke tempat-tempat maksiat dan berjalan
pada pemimpin yang dholim. Mendatangi
pemimpin dholim sama seja dengan mempertaruhka harga diri kita dan mendukung eksistensi
kedholimannya.
Sebelum
menjaga ketujuh hal ini terlebih dahulu harus membersihkan diri dari maksiat
hati (sifat—sifat tercela). Hati adalah segumpal daging yang menentukan
perilaku seseorang, jika hati baik baiklah semua perbuatannya, begitu sebaliknya.
Terdapat tiga penyakit hati yang paling dasyat dalam merusak amal ibadah. Tiga
hal tersebut yaitu:
1. Hasad (dengki)
Sifat dengki berasal dari sifat kikir sebagai
lanjutan dari sifat pelit. Pelit adalah sifat tidak mau berbagi atas apa yang
dimilikinya, sedang kikir adalah tidak mau memberi meskipun belum ada di
tangannya. Ringkasnya sifat kikir itu tidak senang jika orang lain
mendapat nikmat yang akan berlanjut pada sifat dengki. Jika sifat ini dibirkan, potensi untuk balas mengambil apa yang
dimiliki orang lain bahkan untuk mencelakakannya lebih tinggi.
2.
Ujub
(bangga diri/sombong)
Sifat ujub adalah menganggab dirinya
lebih dari yang lain dan menganggap orang lain dengan pandangan remeh. Sifat
ini dapat dilihat dari keengganannya dalam menerima nasihat.
3. Riya’ (pamer)
Riya’ merupakan perbuatan syirik yang
terselubung yaitu bergantung pada selain Allah. Orang riya’ selalu berambisi
untuk mendapatkan kedudukan di hati makhluk supaya ia terhormat dan disanjung.
Musonef mencukupkan tiga pembahasan saja, karena
dengan adanya ketiga sifat ini dalam diri seseorang maka muncullah sifat buruk
lainnya.
Adab dan tatakrama mencakup adab kepada Allah dan kepada sesama makhluk ciptaan allah. Adab kepada Allah dapat dilakukan dengan
menundukkan diri sebagai tanda taat atas semua perintahNya, menjauhi larangan,
merenungi ciptaan, merasa hina, dan penuh perasaan malu padaNya. Apabila hubungan seseorang
kepada Allah baik, hubungannya dengan sesamapun akan baik walaupun ada beberapa
yang kurang sesuai dengan teori ini.
Dihadapan Allah derajat manusia adalah sama,
yang membedakan hanyalah taqwaNya. Orang berilmu yang mengamalkan ilmunya
tentunya berbeda dengan orang awam yang belum atau sedang menuntut ilmu
begitupun mengenai kepahamannya tentang adab. Orang berilmu atau dalam kitab
ini disebutkan dengan kata orang ‘alim, hendaknya mempunyai adab yang
menunjukkan keilmuannya seperti bersabar dan bersifat halus terhadap murid,
duduk dengan penuh wibawa serta rendah
hati dalam berbagai majlis ilmu. Orang alim tidak boleh menyombongkan ilmunya
karena kesombongan hanya akan menghapuskan semua amal yang ia lakukan. Begitu
sebaliknya, ketika ia belum mengetahui tentang suatu hal tidak boleh gengsi
mengucap aku tidak tahu, jika enggan maka akan berakibat fatal karena orang
‘alim akan dipercaya orang lain yang ilmunya lebih sedikit. Jika jawabannya
salah, berarti ia telah menyesatkan orang lain.
Hal ini berbeda dengan seseorang yang memang
ilmunya masih dangkal dan sedang dalam proses menimba ilmu. Dalam kitab ini bahasanya
adalah santri, kalau dalam dunia pendidikan disebut dengan murid atau
mahasiswa. Adab seorang murid kepada gurunya antara lain bersikap sopan
terhadapnya yaitu dengan menundukkan kepala dan memfokuskan diri ketika
berbicara dengannya , mendahului salam ketika berpapasan atau hendak berbicara,
tidak banyak berbicara kepadanya dan tidak bicara ketika tidak ditanya. Seorang
murid tidak boleh menentang pendapat guru dengan menukil pendapat dari ulama
lain karena hal itu dapat menyakiti hatinya, bahkan jika tidak dimaafkan
seorang murid bisa didoakan oleh guru agar ilmunya tidak bermanfaat. Oleh
karena itu seorang muridharus benar-benar berakhlak baik terhadap guru.
Ketika adab kepada Allah, guru, adab guru
kepada murid telah berhasil dilaksanakan, niscaya adab dalam bergaul akan
menjadi baik pula. Orang baik akan memilih teman yang baik , ia akan senantiasa
menjauhi teman yang akan mengntarnya kepada kesesatan kecuali tujuannya
berteman untuk menyadarkan. Bagi seseorang yang akhlaknya masih di bawah
standart hendaknya memilih teman yang baik budi dan akalnya, soleh, jujur,
tidak tamak, dan selalu memenuhi kewajibannya baik kepada Allah maupun kepada
sesama seperti tepat janji, selalu berbagi, dan tidak egois dengan
kepentingannya sendiri. Tujuannya supaya kita tidak terjerumus dalam kesesatan
dan bersamanya berubah menjadi lebih baik.
Demikian
resume dari kitab hidayatul Bidayah yang sedik banyak menyangkut mengenai
akhlak dan tasawuf. Semoga dengan resume ini dapat membantu pemula untuk lebih
mudah mempelajari ilmu tersebut.
Komentar
Posting Komentar